Dokumen Pemakzulan Presiden Gus Dur: FPI Pemancing Kerusuhan

Semenjak ulasan saya di twitter mengenai hal penjatuhan Gus Dur lantas dimuat NU Online pada 23 Juli lalu, banyak yang menanyakan rinci masing-masing peran publik figur tersebut. Kali ini, saya akan membicarakan peranan penting AR dalam proses pemakzulan Presiden ke-4 Republik Indonesia.
Amin Rais dan Gus Dur. Foto: Istimewa.

Oleh Virdika Rizky Inti

Warta Batavia - Semenjak ulasan saya di twitter mengenai hal penjatuhan Gus Dur lantas dimuat NU Online pada 23 Juli lalu, banyak yang menanyakan rinci masing-masing peran publik figur tersebut. Kali ini, saya akan membicarakan peranan penting AR dalam proses pemakzulan Presiden ke-4 Republik Indonesia.


Gus Dur dalam sebuah acara talkshow di bagian stasiun TV mengumumkan bahwa AR ialah publik figur kunci dalam proses menggulingkan dirinya dari kursi presiden. Akan tetapi, jika dari dokumen yang saya dapat digambarkan bahwa AR hanyalah aktor lapangan saja.

Mari kita runut dari awal, berdasar dokumen yang saya kumpulkan. AR dan FB ini lahir dari “rahim” yang sama. walau menjelang reformasi, AR mengkritik pemerintah cukup keras. Ia pernah menjabat selaku pejabat organisasi Islam yang Disokong oleh Suharto pada akhir 1990.

Tidak cuma itu, FB mengumumkan, “Kami (FB dan AR) sama-sama HMI dan sama-sama dari Yogyakarta.” Itu dapat jadi pengikat keduanya. Makanya, meski sikap AR kritis pada Soeharto dan mendirikan partai, FB dapat masuk partainya AR.

Saat Pemilihan Umum berlangsung, khususnya menjelang pemilihan presiden. FB mengklaim bahwa ia yang mengumpulkan suara ummat Islam, baik dari yang moderat maupun konservatif. “Loh rapatnya itu kan di rumah saya. Titik kumpulnya di rumah ini,” katanya ke saya pada Januari 2019 lalu.

Sementara itu, AR telah terpilih jadi Ketua MPR. Pada suatu malam, AR diundang ke rumah BHJ. Di sana berkumpul petinggi Golkar, angkatan bersenjata, dan pimpinan partai Islam—tanpa PKB dan PDIP. Dari perjumpaan ini, saya dapat membayangkan kedekatan mereka.

AR menceritakan ke saya, mereka seluruh menyokong AR untuk jadi presiden. “Kalkulasi saya, jika saya maju ya pasti menang. Tetapi saya telah punya Komitmen dengan poros tengah,” kata AR di rumahnya, bilangan Gandaria. “Toh, posisi MPR lebih strategis. Sebab waktu itu kan MPR lembaga tertinggi negara, jadi lebih tinggi dari presiden,” sambung AR ke saya.

Tiba-tiba, saya mulai paham kenapa ia lebih memilih Ketua MPR, daripada jadi presiden—walaupun di sokong suara kebanyakan di parlemen. Bagi saya, argumentasi Komitmen dengan poros tengah cuma klise.

Waktu Gus Dur jadi presiden, AR melobi Gus Dur meminta jatah menteri keuangan untuk FB. Tapi, AR membantah pernyataan yang saya dapat dari seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya. AR kian keras mengkritik Gus Dur pada medio Oktober—September 2001. Dalam beberapa media, pernyataannya jadi halaman Inti.

Ia bilang, menyesal dan meminta maaf telah pernah menyokong Gus Dur jadi Presiden. Tugas AR, dalam dokumen yang saya miliki itu mengorganisasikan kubu Islam. Seperti yang ia lakukan dengan FB pada Pemilihan Umum 1999 lalu.

Makanya dalam tiap-tiap aksi berbau agama, AR akan senantiasa ada. Mulai aksi sejuta ummat Islam awal Januari 2000 dan juga demontrasi konflik Ambon—konflik yang muncul ke permukaan ialah konflik agama. Adapun FB, lebih bermain taktis dalam pengerahan massa ormas Islam dan maha siswa. Seperti yang tertulis dalam dokumen:

Memobilisasi gerakan FPI untuk melaksanakan sweeping malam dengan target memancing kerusuhan meluas. Sementara tugas Inti para perwira tinggi aktif untuk melaksanakan anektasi, pembelahan dan pendiskriditan kepada angkatan bersenjata profesional dan anti dwi fungsi.

Tanggal 11 Mei 2000 di kamar 202 Hotel Borobudur. Rapat dihadiri DS, ZM, FB, UK, HA, BS, AD, dan beberapa aktivis muda lainnya dari kubu Hammas. Pokok bahasan: melaksanakan penetrasi dan provokasi kembali pada gerakan maha siswa dalam warning 12 Mei dan aksi di Jalan Cendana, lontarkan gosip yang dapat menyebarkan di beberapa aktivis maha siswa, suplay senjata ke komando jihad yang berangkat ke Maluku.

Kecuali itu, lakukan benturan dan kontak senjata ke komando jihad yang berangkat ke Maluku, lakukan benturan dan kontak senjata antar pihak sipil, antara angkatan bersenjata dan polisi, supaya kondisinya terus mencekam, sokong seluruh power yang berusaha melaksanakan disintegrasi bangsa dan ciptakan kerusuhan mulai dari Irian sampai Aceh.

Tanggal 31 Mei 2000 di kamar 406 Sahid Hotel. Pokok bahasan: mengenai hal situasi politik yang memanas yang ditandai dengan diangkatnya Perkara Bulog dan Skandal Brunei. DS memberikan dukungan ke S  dan R untuk melaksanakan penetrasi ke pers dalam rangka kian menggencarkan opini sehingga terjadi bentrokan dalam pihak penyokong Gus Dur.

Lalu mempersiapkan teror dan bom di bermacam kota, khususnya di Jakarta. Mendukung pihak FPI dan Laskar Jihad untuk melaksanakan tindakan razia maksiat di ibu kota, seakan-akan dekat penyokong Gus Dur sehingga mereka lengah.

Tanggal 29 Juli 2000 di Cilangkap. Rapat dihadiri DS, SS, HS, FB, ES, HRZ, HS, ES, BS, dan S. Pokok bahasan: member dewan dikondisikan untuk mempertajam hak angket sehingga dapat membangun tekad bulat selanjutnya pada Sidang Umum Tahunan ialah Sidang Istimewa menggusur Gus Dur. Konsolidasi Komitmen Fraksi TNI/Polri, Golkar, PDIP, dan Poros Tengah.

Kubu W dan HBJH akan memberikan info yang menyesatkan Gus Dur sehingga Gus Dur salah langkah, misalnya soal keamanan, intelijen, dan stabilitas politik, membikin opini dan menghantam kubu kanan yang seakan-akan dikerjakan oleh Gus Dur.

Titik gerakan dan eskalasi di antaranya di Blok M, Hotel Indonesia, LBH, Cendana, Matraman, Manggarai, Senen, Tanjung Priok, Kota, DPR/MPR, Monas (Istana), Senayan, dan BI.

Juga peladakan bom waktu dengan sasaran Hotel Indonesia, BEJ, Blok M, Kejaksaan, Gereja Kathedral, Bina Graha, Stasiun Gambir, Atmajaya, Trisakti, Sarinah, Kedubes AS, Kedubes Australia, Kedubes Malaysia, dan gedung kisaran Monas. Standar bom milik AD.

Sejumlah provokator disiapkan membawa bom molotov untuk membakar gedung-gedung di kisaran Jakarta. Daerah yang disiapkan untuk meletus kerusuhan yaitu Ujung Pandang, Purwokerto, Pekalongan, Cianjur, Surabaya, Ambon, Tasikmalaya, Garut, Medan, Palembang, Lampung, Yogyakarta, Bali, Bandung, dan Semarang.

Tidak cuma di luar parlemen, penggalangan massa ormas Islam juga digerakan oleh partai melalui organisasi sayapnya. PK menggalang KAMMI digalang HNW, PAN menggerakan massanya dipimpin oleh PA, dan massa PBB diinisiasi oleh HZ.

Kecuali itu, dalam dokumen lain juga disebutkan bagaimana publik akan dibuat bingung dalam Perkara Ajinomoto. Operator penggalangan isunya ialah DS di lembaga halal. DS ini pernah jadi member Golkar juga. Menjelang berakhirnya Gus Dur, AR dan FB aktif berkomunikasi dengan Kapolri B dan Kapolda SJ. Bahkan, jaringan itu terus mereka bangun setidaknya sampai Pemilihan Umum 2019. [Warta Sunda/pin]


Virdika Rizky Intiialah jurnalis. Waktu ini jadi peneliti di Narasi.TV



Penjelasan: Disadur dari NU Online dengan judul asli 'Dokumen Pemakzulan Presiden Gus Dur: AR selaku Operator Lapangan'.

Posting Komentar untuk "Dokumen Pemakzulan Presiden Gus Dur: FPI Pemancing Kerusuhan"