KH Imadudin Al-Bantani Menjawab Soal: "PENGAKUAN ULAMA BESAR NUSANTARA TERHADAP STATUS BA’ALWI SEBAGAI DZURIYAH NABI"

Syaikh Nawawi al-Bantani (w.1316 H.)
Menurut Hanif dkk. Syaikh Nawawi telah mengitsbat nasab Ba‘alwi dalam kitabnya
Uqud al-Lujjain. Teks kitab Uqud
al-Lujjain yang dimaksud sebagai berikut:)قالَ سَيدُنًَ ( أي أكرمنا )اتٟبيب( أي
المحبوب السيد ) عَبْدُ الله اتٟداد( صَاحِ بُ الطريقة ات١شهورة، والأسرار
الكثتَة. فاصطلاح بعض أىل البلاد أن ذرية رسول الله الله عليه وسلم إذا كان ذكرا يقال لو :
"حبيب"، وإن كانت أنثى يقال ت٢ا: "حبابة"، واصطلاح الأكثر
يقال لو: "سيد" وسيدة."
Terjemah:
(Telah berkata Sayiduna), yakni orang yang paling mulia di antara kami (al- Habib), yakni yang dicintai, dan seorang Sayid (Abdullah al-Haddad), pemilik tarekat terkenal dan rahasia yang banyak. 'Istilah di sebagian negeri dalam menyebut dzurriyah Rasulullah Saw. untuk laki-laki adalah habib, sementara yang perempuan disebut hubabah. Adapun kebanyakan menyebut keturunan Nabi Saw, dengan sayid dan sayidah."[1]
Menurut Hanif dan kawan-kawan teks di atas adalah istbat Syaikh Nawawi al-Bantani terhadap nasab Ba‘alwi. padahal sesuai dengan kaidah para ahli nasab sesuatu yang ditulis bukan untuk maksud menetapkan nasab tidak bisa dijadikan hujjah penetapan nasab, seperti sanad tarikat yang diklaim merupakan sanad dari ayah ke anak terus ke cucu dst. Pakar nasab Syaikh Khalil bin Ibrahim mengatakan: فالنسب يثبت اذا وجد في رقعة او كتاب بشرط ان يكون ىذا ات١كتوب قطعي الدلالة على ات١قصود وليس من ات١ؤتلف اي
متشابو الاتٝاء
Terjemah:
―Maka nasab bisa dikatakan diitsbat jika ditemukan
dalam catatan atau kitab dengan syarat apa yang tertulis itu petunjukya jelas
untuk tujuan (mengitsbat nasab) dan bukan termasuk nama yang mirip.‖[2]
Begitu juga para ahli nasab
membuat kaidah bahwa tidak setiap apa yang ditulis tentang nasab itu bisa
dijadikan hujjah, termasuk teks dari Syekh Nawawi tersebut.
Syekh Khalil bin Ibrahim dalam
kitab Muqaddimat fi „Ilm alAnsab
mengatakan:
ليس كل من كتب في الانساب حجة وليس كل ما كتب
يصح
الاحتجاج بو
Terjemah:
―Tidak semua orang yang menulis nasab itu bisa dijadikan
hujjah. Dan tidak semua yang ditulis sah untuk dijadikan hujjah‖[3]
Ditambah kitab Uqud al-lujain itu bukanlah kitab nasab,
sedangkan sesuai kaidah para ahli nasab, nasab hanya bisa diitsbat oleh
kitab-kitab nasab.
Syaikh Khalil bin Ibrahim berkata:
لا يؤخذ ىذ العلم الا من مصادره ومراجعو
ات١عتمدة.
Terjemah:
―Ilmu ini (penetapan nasab) tidak bisa diambil kecuali dari
sumber-sumber dan referensi-referensinya‖[4]
Dari situ, apa yang ditulis oleh Hanif dkk. tentang Syekh Nawawi al-Bantani dan ulama-ulama Nusantara lainnya yang diklaim mengakui nasab Ba‘alwi itu tidak bermakna apa-apa dalam membantu batalnya nasab Ba‘alwi menurut kaidah-kaidah baku yang dipegang oleh para pakar nasab.
Syaikh Hasyim Asy’ari (w. 1366 H.)
Ulama lain yang diklaim Hanif Alatas dkk. mengakui nasab
Ba‘alwi adalah Syaikh Hasyim Asy‘ari. Menurut Hanif dkk. Syaikh Hasyim Asy‘ari pernah mencatat nama seorang Ba‘alwi dengan sebutan Sayyid. Sedangkan sebutan Sayyid itu adalah untuk ciri keturunan Nabi, maka berarti Syaikh Hasyim Asy‘ari telah mengitsbat Ba‘alwi sebagai keturunan Nabi. Betulkah silogisme semacam itu dibenarkan oleh para ahli nasab? benarkah ketika orang itu menyebut Sayyid maka ia telah mengitsbat orang itu sebagai keturunan Nabi? Ternyata para ahli nasab dan ahli fikih tidak menganggap sah penetapan nasab dengan hanya berdasar panggilan Sayyid atau Syarif. Imam Al-Subki dalam kitab Fatawa al-Subki mengatakan:
وََكأنًَّ إذَا قُ لْنا: يََ شَريفُ أوْ جَاءَ
الشَّريفُ، وَمَا أشْبوَ ذَلكَ مُوَافقًا الشَّريفَ عَلى مَا ذكَرنًَ، فإِذَا رأيْ
نا مَكْتوبًا ليْسَ مَقْ صُودُهُ إثْ باتَ النسَبِ لَمْ تَ٨ْمِلْوُ عَلى إثْ باتِ
النسَبِ ولَا يَجوزُ التَّ عَلُّقُ بوِ فِي إثْ باتِوِ
إذَا كَانَ الْمَقْصُودُ مِنْوُ غَيْ ر هُ
Terjemah:
―Dan semacam jika kita mengatakan‘Hai Syarif‘ atau
‗Telah datang seorang Syarif‘ dan semacamnya sesuai dengan apa yang kami
sebutkan, maka jika kita melihat tertulis tulisan yang maksudnya bukan
mengitsbat nasab maka kita tidak boleh membawanya kepada itsbat nasab dan tidak
boleh kita bergantung kepadanya dalam menetapkan nasab ketika maksud
tulisan itu bukan
penetapan nasab.‖[5] Imam Al-Subki juga mengatakan:
فكَثتٌَ ت٦نْ ىُوَ مَشْهُورٌ بَ تَُْ الناسِ
بِالشَّرَفِ لوْ سُئلْنا أنْ نشْهَدَ لوُ بِالشَّرفِ لَمْ يُخلصْنَا ذَلكَ مَعَ
أنًَ نطلقُ عَليْوِ الليْلَ وَالنَّ هَارَ فِي تُ٥اطبتنا لوُ وَلغتَْهِ بِالشَّرفِ
.وكَذَلكَ تَِٚيعُ الْأنسَابِ
وَمَا ذَاكَ إلَّا للْعلْمِ بِأنَّ الِْإطلَاقَ في العرفِ تَ٤ْمُولٌ عَلى
الِاعْتمَادِ عَلى ذَلكَ مِنْ غَتَِْ انتهَاءٍ إلَى الرتْ بةِ المُسَوّغَةِ
للشَّهَادَةِ ولَا شَكَّ أنَّ ذَلكَ
يَحصُلُ ظنا ضَعيفًا وَذَلكَ الظنُّ الضَّعيفُ يكْفِي في إطلَاقِ التخَاطبِ ولَا
يكْفِي في الشَّهَادَةِ
Terjemah:
―Maka banyak dari orang yang popular di antara
manusia dengan ke-syarifan jika kita diminta untuk bersaksi maka kita tidak
memenuhinya padahal kita setiap malam dan siang menyebutnya atau lainnya
syarif. Begitupula semua nasab. yang demikian itu untuk mengetahui bahwa
kemutlakan dalam kebiasaan itu dibawa untuk pegangan itu saja tanpa sampai
kepada derajat kebolehan untuk bersaksi. Tidak diragukan lagi bahwa yang
demikian itu menghasilkan sangkaan yang lemah yang cukup untuk kemutlakan
memanggil dan tidak cukup
untuk bersaksi.‖[6]
Jadi apa yang disajikan oleh Hanif
Alatas dkk. bahwa Syaikh Hasyim Asy‘ari dan ulama Nusantara lain diklaim telah
mengitsbat nasab Ba‘alwi itu tidak benar secara ilmu fikih dan kaidah ilmu
nasab, yang dilakukan oleh para ulama itu hanya “ithlaq al-takhathub” (sekedar memanggil) saja.
Abdullah dan Ubaidillah
Dalam fasal
ini Hanif dkk. menyelipkan bahasan tentang Abdullah dan Ubaidillah. Menurut
Hanif, nama Abdullah yang ditulis oleh Al-Janadi dalam kitab Al-Suluk itu sama
dengan nama Ubaidillah yang ada disilsilah mereka. Apa yang dikatakan hanif
dkk. itu tidak sesuai dengan kaidah ilmu nasab. para pakar ilmu nasab menyatakan
bahwa sebuah kitab bisa dijadikan rujukan jika nama yang ditulis sesuai dengan
nama yang dimaksud, bukan hanya sekedar kemiripan nama. Pakar nasab Syaikh
Khalil bin Ibrahim mengatakan: فالنسب
يثبت اذا وجد في رقعة او كتاب بشرط ان يكون ىذا ات١كتوب قطعي الدلالة على ات١قصود وليس من
ات١ؤتلف اي
متشابو الاتٝاء
Terjemah:
―Maka nasab bisa dikatakan diitsbat jika ditemukan
dalam catatan atau kitab dengan syarat apa yang tertulis itu petunjukya jelas
untuk tujuan (mengitsbat nasab) dan bukan termasuk nama yang mirip.‖[7]
[1]
Syaikh Nawawi al-Bantai, Uqud al-Lujain, h. 11
[2]
Khalil bin Ibrahim…h. 58
[3]
Khalil bin Ibrahim, Muqaddimat fi „Ilm al-Ansab, h. 83
[4]
Khalil Ibrahim…86
[5]
Imam Subki, Fatawa Subki, Al-Maktabah
al-Syamilah, Juz-2 h. 461
[6]
Imam Subki, fatawa al-Subki, Al-Maktabah al-Syamilah, Juz 2 h. 461
[7]
Khalil bin Ibrahim…h. 58
This post have 0 comments
Terima kasih kunjungannya, silahkan beri komentar ...
EmoticonEmoticon