BAGIAN KETIGA: TERPUTUSNYA NASAB HABIB KEPADA NABI MUHAMMAD SAW
BAGIAN KETIGA
TERPUTUSNYA NASAB HABIB KEPADA NABI MUHAMMAD SAWKATA PENGANTAR
Penelitian Ilmiyah (selanjutnya
disebut buku menakar), yang etelah buku ―Menakar Nasab Habib di Indonesia,
Sebuah
penulis tulis, mendapat perhatian dari berbagai macam
kalangan, baik yang pro maupun kontra, maka penulis merasa perlu untuk membuat
buku susulan yang mengetengahkan dalil-dalil yang lebih kokoh, berdasarkan
diskursus yang telah berlangsung tentang nasab tersebut, pasca beredarnya buku
pertama.
Buku ini, diantaranya, memuat
kembali apa yang telah penulis tulis dalam buku menakar, lalu ditambahkan
keterangan-keterangan ilmiyah baru, yang menurut pendapat penulis laik untuk
ditambahkan. Penulis telah sebutkan dalam buku menakar, bahwa buku tersebut
merupakan hasil penelitian verifikatif penulis tentang kesahihan nasab para
habib di Indonesia. Penelitian ini berdasarkan adanya fonomena pengakuan para
habib dalam beberapa kesempatan di media masa dan media sosial, bahwa mereka
adalah cucu dari Nabi Muhammad Saw.
Bahkan, dalam satu kesempatan seorang habib mengatakan
―Dalam tubuh kami mengalir dari suci kakek kami, Rasulullah‖.257
Masalah yang penulis teliti
adalah, apakah benar para habib ini adalah cucu dari Nabi Muhammad Saw.,
sehingga mengalir dalam tubuhnya darah Rasulullah? Adapun metode yang penulis
gunakan adalah metode library research,
dengan mengumpulkan data-data ilmiyah berupa kitab-kitab nasab dan kitab
lainnya dari masa ke masa, kemudian data-data itu diolah sehingga sistematis,
rasional dan valid.
Tujuan penelitian itu untuk
menakar kesahihan apakah benar para habib itu sebagai keturunan Nabi Muhammad
Saw.? Penelitian itu, menurut penulis, penting, karena pengakuan bahwa
seseorang sebagai cucu Nabi Muhammad Saw., memiliki konsekwensi dalam kehidupan
sosial-kegamaan.
Menakar kasahihan nasab seseorang,
atau suatu kelompok yang mencurigakan, yang menisbahkan diri kepada nabi
Muhammad Saw. hukumnya fardu kifayah. Ia termasuk dalam kategori amar ma‟ruf nahi munkar. Haram bagi para
ulama mendiamkan terjadinya pengakuan nasab seseorang atau sekelompok manusia
yang menisbahkan diri sebagai keturunan Nabi Muhammad s.a.w. dengan dusta,
karena yang demikian itu, termasuk istihqor
bi haqqi al mustofa (merendahkan hak Nabi Muhammad Saw.). Imam Ibnu Hajar al-Haitami al-berkata:
ينبغي لكل احد ان يكون لو غتَة في ىذإ النسب
الشريف
وضبطو حتى لا ينتسب اليو الله عليه
وسلم احد الا تْقٕٛ٘ٛ
“Seyogyanya bagi setiap orang mempunyai
kecemburuan terhadap nasab mulia Nabi Muhammad s.a.w. dan
257 Chanel youtube Refly Harun, DIPENJARA HINGGA
ANCAMAN PEN8UNUHAN, HBS: TAK AKAN BUNGKAM! DARAH RASUL ADA DALAM DIRI
KAMI!
258 Ash-Showa‟iq al Muhriqoh: 2/537
mendhobitnya
(memeriksanya) sehingga seseorang tidak menisbahkan diri kepada (nasab) Nabi
Muhammad s.a.w. kecual dengan sebenarnya.”
Membongkar nasab-nasab mencurigakan
yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw., telah dilakukan ulama-ulama
masa lalu. Seperti yang dilakukan Ibnu Hazm al-Andalusi dan Imam Tajuddin
As-Subki, dalam membongkar kepalsuan nasab Bani Ubaid yang mengaku sebagai
keturunan Nabi Muhammad Saw. Begitu pula yang dilakukan Al-hakim An-Naisaburi
yang membongkar kepalsuan nasab Abu Bakar ar-Razi yang mengaku keturunan
Muhammad bin Ayyub al-Bajali; Begitu pula dilakukan oleh Adz-Dzahabi, yang
membongkar kepalsuan nasab Ibnu Dihyah al-Andalusi; Demikian juga Ibnu hajar
al-Asqolani, yang membongkar kepalsuan nasab Syekh Abu Bakar al-Qumni.259
Wajib bagi
ulama yang mengetahui batalnya nasab seseorang yang menisbahkan dirinya kepada
nasab Nabi Muhammad Saw., untuk menyebarkannya kepada orang lain. Syekh Ibrahim
bin Mansur al-Hasyimi berkata: ولا
يجوز للعالم كتمان علمو في ىذا الباب فامانة العلم والكشف .عن
اختلاط الانساب من الامر بات١عروفٕٓٙٓ
“Dan
tidak boleh bagi seorang alim menyembunyikan ilmunya dalam bab ini (nasab),
maka amanah dalam ilmu dan membongkar tercampurnya nasab adalah bagian dari
amar ma‟ruf dan nahi munkar” Imam
Malik bin Anas berkata: من انتسب الي بيٕت النبي الله عليه وسلم يعتٌ بالباطل يضرب ضربا وجيعا
ويشهر ويحبس.ٕٙٔ
259
Ushulu wa Qowaid Fi Kasyfi Mudda‟I al-Syaraf: 11 260 Ushulu wa
Qowaid Fi Kasfi Mudda‟I al-Syaraf: 13
261
Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda‟I al-Syaraf: 9
“Barangsiapa yang bernisbah kepada keluarga
nabi, yakni dengan batil maka ia harus dipukul dengan pukulan yang pedih dan di
umumkan serta dipenjara”.
Semoga buku kedua ini bermanfaat untuk kita semua.
Amin!
Mei 2023
Imaduddin Utsman al-Bantanie
BAB
I HABIB DI INDONESIA
Para habib di Indonesia datang pada sekitar tahun 1880 M dari
Yaman sampai tahun 1943 sebelum kedatangan Jepang.[1]
Di Indonesia, mereka kebanyakan tidak melakukan asimilasi dengan penduduk
lokal, dari itu, maka mereka dapat dikenali dengan mudah dari marga-marga yang
diletakan di belakang nama mereka, seperti Assegaf, Allatas, Al-Idrus, bin
Sihab, bin Smith dan lainnya.
Mereka mengaku sebagai keturunan
Nabi Besar Muhammad Saw. Menurut mereka, mereka adalah keturunan keluarga Ba
Alawi. Ba Alawi sendiri adalah rumpun keluarga di Yaman yang di mulai dari
datuk mereka yang bernama Alawi bin Ubaidillah.
Menurut mereka, Alawi bin Ubaidillah
adalah dari jalur keturunan Imam Ali al-Uraidi, yang merupakan putra dari Imam
Ja‘far Shodiq. Nasab Alawi, menurut mereka, kepada Nabi Muhammad
Saw. adalah sebagai berikut: Alawi (w. 400 H) bin
Ubaidillah (w. 383
H) bin Ahmad (w. 345 H) bin Isa an-Naqib (w. 300 H) bin
Muhammad An-Naqib (w. 250 H) bin Ali al-Uraidi (w. 210 H) bin
Ja‘far al-Shadiq (w. 148 H) bin Muhammad al Baqir (w.
114 H) bin
Ali Zaenal Abidin (w. 97 H) bin Sayidina Husain (w. 64
H) bin Siti Fatimah az-Zahra (w. 11 H) binti Nabi Muhammad Saw. (w. 11 H).
Tahun wafat yang penulis sebutkan tersebut penulis ambil dari sebuah artikel
yang berjudul ―Inilah Silsilah Habib
Rizieq Shihab. Keturunan Ke-38 Nabi Muhammad?‖.[2]
Sayangnya, nasab seperti di atas
tersebut tidak terkonfirmasi dalam kitab-kitab nasab primer yang mu‘tabar,
bahkan dalam kitab lainnya selain kitab nasab. Kesimpulan seperti itu bisa
dijelaskan, karena kitab-kitab nasab yang ditulis berdekatan dengan masa
hidupnya Alawi bin Ubaidillah tidak mencatat namanya. Ubaidillah, ayah Alwi,
yang disebut mereka sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak terkonfirmasi sebagai
anak Ahmad, berdasar kitab-kitab nasab dan kitab lainnya yang sezaman atau yang
terdekat, bahkan sejak abad empat, yaitu abad hidupnya Ahmad bin Isa, sampai akhir
abad Sembilan, tidak tercatat Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Ubaidillah.
Sebelum membahas tentang nasab Ba
Alawi secara komprehensip, penulis akan mendahulukan beberapa hal, baru setelah
itu membahas mengenai nama Ubaidillah yang mejadi ayah dari Alwi, yang
merupakan datuk para habaib di Indonesia.
BAB
II METODE MENETAPKAN NASAB
Ulama fikih mempunyai metode dalam
menetapkan nasab. Syaikh Wahbah al-Zuhaili, dalam kitabnya Fiqhul Islam wa Adillatuhu menyebutkan, bahwa metode penetapan
nasab ada tiga: adanya perkawinan, ikrar, dan bayyinah (saksi) yang mencakup
kesaksian dengan tasamu‟ (syuhrah wal istifadloh, masyhur dan
menyeluruh).[3]
Jumhur ulama juga menggunakan metode qiyafah
(menetapkan nasab berdasar kemiripan) dalam menetapkan nasab.
Diantara mereka adalah ulama syafi‘iyah, malikiyah
dan hanabilah.[4]
Sebagian ulama juga menggunakan metode qur‟ah
(undi) dan hukmul qodli penetapan
hakim dalam menetapkan nasab.
Sedangkan, para ahli nasab, walau
secara umum memiliki kesamaan dengan para ahli fikih, namun mereka memiliki
kekhasan tersendiri dalam metode menetapkan nasab, terutama untuk pengitsbatan
nasab seorang tokoh yang ada dimasa lalu kepada ayahnya atau anaknya. Yaitu
dengan metode konfirmasi kitab-kitab sezaman atau yang paling dekat.
Seorang yang mengaku dirinya sebagai keturunan Nabi
Muhammad Saw. yang ke-40 melalui Alawi bin Ubaidillah
―bin‖ Ahmad bin Isa, kemudian ia menunjukan urutan 40 nama-nama mulai dari
namanya sampai ke Nabi Muhammad Saw. melaui jalur tersebut, maka cara untuk mengkonfirmasi
kesahihannya adalah dengan dua cara, pertama looking up (musyajjar), dan kedua dengan cara looking down (mubashath).
Looking up (musyajjar) atau meneliti ke atas, adalah dengan cara
mengkonfirmasi nama yang disebutkan mulai dari nama orang yang diteliti sampai
nama Nabi Muhammad Saw. Untuk nama pertama, kedua dan ketiga bisa dengan cara
mengkonfirmasi keluarga terdekat dari ayahnya, misalnya pamannya, apakah
seseorang ini betul anak dari ayahnya? Dan apakah benar ayahnya itu adalah
benar anak dari kakeknya? Sedang untuk nama ke-4 dan selanjutnya bisa
dikonfirmasi melalui catatan silsilah dari keluarga buyutnya dengan di
selaraskan dengan catatan keluarga besar buyutnya melalui anaknya yang lain
selain kakeknya tersebut, demikian untuk seterusnya. Lalu catatan itu di
konfirmasi dengan catatan ulama dalam kitab-kitab mereka.
Sedangkan yang dimaksud looking down (mubashath), adalah
meneliti mulai dari atas, yaitu dalam hal ini, meneliti mulai dari Nabi
Muhammad Saw. sampai selanjutnya ke bawah. Misalnya, mencari sanad dan dalil
yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. betul mempunyai anak Bernama Siti
Fatimah Ra., lalu mencari sanad dan dalil bahwa Siti Fatimah mempunyai anak
bernama Husain, lalu mencari dalil yang menunjukan bahwa Husen mempunyai anak
bernama Ali Zainal Abidin, lalu mencari dalil bahwa Ali Zainal Abidin mempunyai
anak bernama Muhammad al-Baqir, lalu mencari dalil bahwa Muhammad al-Baqir
mempunyai anak bernama Jafar alShadiq, lalu mencari dalil bahwa Jafar al Shadiq
mempunyai anak bernama Ali al-Uraidi, lalu mencari dalil bahwa Ali al-Uraidi
mempunyai anak bernama Muhammad an-Naqib, lalu mencari dalil bahwa Muhammad
an-Naqib mempunyai anak bernama Isa al-Rumi, lalu mencari dalil bahwa Isa
al-Rumi mempunyai anak bernama Ahmad al-Muhajir, lalu mencari dalil bahwa Ahmad
al-Muhajir mempunyai anak bernama Ubaidillah, lalu mencari dalil bahwa
Ubaidillah mempunyai anak bernama Alawi dst.
Untuk mencari dalil-dalil tersebut,
untuk Nabi Muhammad Saw. sampai ke Ali al-Uraidi sangatlah masyhur melalui
hadits, sedangkan untuk generasi putra Ali al-Uraidi yaitu Muhammad an-Naqib
sudah bergeser hanya mengandalkan kitab-kitab nasab, atau kitab-kitab selain
nasab yang menjelaskan keberadaan sosok Muhammad an-
Naqib yang disebut mempunyai putra bernama Isa. Untuk
selanjutnya, mulai dari Isa ke bawah, dilakukan seperti itu, berdasar kesaksian
kitab-kitab sezaman (primer) atau kitab yang lebih dekat masanya dengan tokoh
yang diteliti.
METODE
KONFIRMASI KITAB NASAB
Sebuah kitab nasab, hanya dapat menjadi
dalil kesahihan untuk nama-nama yang sezaman dengan kitab nasab itu ditulis.
Misalnya, kitab nasab Nubzat Lathifah fi
Silsilati nasabil Alawi yang ditulis oleh Zainal Abidin bin Alwi Jamalul
Lail, kitab Ittisalu Nasabil Alawiyyin
wal Asyraf yang ditulis Umar bin Salim al- Attas juga pada abad 13 H, kitab
Syamsudz Dzahirah yang ditulis oleh
Abdurrahman Muhammad bin Husein al- Masyhur yang ditulis juga pada pertengahan
abad 13 H. Kitab-kitab tersebut, dapat menjadi dalil atau rujukan bagi
nama-nama yang hidup pada abad itu, tapi tidak bisa menjadi dalil bagi yang
hidup pada abad sebelumnya.
Misalnya, untuk mengkonfirmasi Ahmad bin
Isa, kita harus mengkonfirmasinya pada kitab yang ditulis saat Ahmad bin Isa
itu hidup, atau jika tidak ditemukan kitab sezaman, digunakan kitab yang paling
dekat dengan hidupnya Ahmad bin Isa. Begitupula nama-nama setelahnya atau
sebelumnya harus di konfirmasi dengan kitab-kitab yang ditulis pada zaman
mereka masing-masing.
Sayyid Ibrahim bin mansur. Dalam
kitabnya, al-Ifadloh, ia menyatakan:
اما الادلة على ان دعوي ات١تأخرين من الطبريتُ
للنسب اتٟسيتٍ العلوي حادثة لا اصل ت٢ا، ان كتب التوارٕيخ ات١تقدمة لم ترفع نسب
الطبريتُ الى النسب اتٟسيتٍ العلوي.ٕٙٙ
“Adapun dalil-dalil bahwa pengakuan orang-orang belakangan dari kaum
tabariyyah kepada nasab al-Husaini al-Alawi, itu adalah (pengakuan) baru yang
tidak mempunyai dasar, (adalah karena) kitab-kitab tarikh yang tua tidak
menyambungkan nasab kaum Tabariyah kepada nasab al-Husaini al-Alawi.”
Perhatikan, Sayyid Ibrahim bin Mansur
yang menyatakan nasab kaum Tabariyah di Makkah tidak tersambung dengan nasab
al-
Husaini, ia menyimpulkannya berdasarkan kitab-kitab tua
yang
266الافاضة: 66
menyatakan bahwa nasab kaum Tabariyah ini terputus. Padahal
kaum tabariyah dikenal pada abad 14 sebagai keturunan Nabi yang derajat
kemasyhurannya sudah istifadlah, bahkan sebagian ulama, misalnya Qodi Ja‘far li
bani Makkiy, menyatakan ia telah qot‘I sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw.
(lihat kitab al-Hadits syujun halaman 94), tetapi, ketika diteliti, ternyata
kemasyhuran pada masa itu (abad 14 H.), tidak menjamin ketersambungan nasab
ini, berdasarkan kesaksian kitab-kitab tua. Bahkan Kaum tabariyyin ini disimpulkan
baru mengaku sebagai keturunan Nabi pada abad kesembilan. Sementara pada abad
5,6,7,8 nasab ini majhul.
Dari itu disimpulkan, bahwa salah satu
metodologi para ahli nasab, dalam meneliti apakah sebuah kabilah tersambung
atau tidak kepada Nabi Muhammad Saw., adalah dengan mengkonfirmasinya dengan
kitab-kitab sezaman dengan tokoh yang diteliti. Apakah betul tokoh itu ada?
Kalau sudah terbukti ada, apakah ia mempunyai anak seperti yang disebut masa
selanjutnya ataukah tidak.
di bagian lain dalam kitabnya tersebut, Sayyid Ibrahim
al-Mansur menyatakan:
وقبول دعوى الناس في انسابهم على الشهرة
والاستفاضة والشهادة وسلاسل الانساب واقوال النسابتُ ات١عتبرين وكتبهم وات١شجرات
ات١وثوقة467
“Dan (dapat) diterimanya pengakuan orang terhadap nasabnya, yaitu berdasarkan:
syuhroh wal istifadloh, kesaksian, silsilah nasab, pendapat ahli nasab yang
mu‟tabar, kitab-kitab mereka, dan pohon nasab yang terpercaya”
Demikian pula, Syekh Abdurrahman
al-masyhur, ketika diminta menulis kitab nasab Ba Alawi ia berpatokan dengan
kitab-kitab nasab. Ia berkata:
267الافاضة: 22-22
فأجبتو الى ذالك حسبما عٕرفتو ووصل الي علمو من
الكتب والاشجار ات١دونو في ذالك.ٕٙٛ
“Maka aku menyanggupinya (membuat kitab nasab Ba Alawi) sesuai apa yang
aku ketahui, dan sampai pengetahuannya kepadaku dari kitab-kitab dan pohon
(nasab) yang dibukukan tentang itu.”
268شمس الظهٌرة: 32
BAB
III MENGKONFIRMASI ALAWI BIN UBAIDILLAH
Alawi bin Ubaidillah adalah datuk Ba
Alawi di Indonesia, Yaman dan beberapa Negara di Asia Tenggara. Nasab
lengkapnya adalah: Alawi bin Ubaidillah ―bin‖ Ahmad al-Muhajir bin Isa al Rumi
bin Muhammad an-Naqib bin Ali al Uraidi bin Jafar al-Shadiq bin Muhammad
al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husain bin Fatimah Azzahra bin Nabi Muhammad
s.a.w. dari nasab itu Alawi adalah urutan ke-12 dari nama-nama yang ada.
Untuk menetapkan menggunakan metode looking down (mubassath) kita harus
dapat mencari dalil bahwa nama yang di atas mempunyai anak dengan nama di
bawah.
Dalil Bahwa Nabi Muhammad Saw. Mempunyai Anak Siti Fatimah Ra.
Dalil bahwa Nabi Muhammad s.a.w mempunyai anak bernama
Fatimah adalah hadits
berikut ini:انًُْ
الَّلَِّ لو أنَّ فاطِمَةَ بنْتَ تُ٤مَّدٍ سَ رقتْ لقَطعْتُ يَدَىَا. )رواه
البخاري)
“Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad
mencuri, maka sungguh akan aku potong tangannya.” (H. R. Bukhari)
Dalil
Bahwa Siti Fatimah Ra. Mempunyai Anak Bernama Husain Ra.
Hadits pertama yang
menyatakan bahwa Husain adalah putra Aliعن اتٟاكم النيسابوري بإسناده عن أبي حازم، عن
أبي ىريرة قال: رأيت رسول الله )صلى الله عليو وآلو( وىو حامل اتٟستُ بن علي
)عليهما السلام( وىو يقول: اللهم إني أحبو
فأحبو.
“Diriwayatkan dari al-Hakim an-Naisaburi dengan sanad dari Abi Hazim
dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: saya melihat
Rasulullah s.a.w.
sedangkan ia menggendong al-Husain bin
Ali
a.s. ia berkata: Ya Allah sungguh aku mencintainya maka cintailah ia.”
Hadits kedua menyatakan bahwa Ali adalah suami
Fatimah
قال: تزوجْتُ فاطمةَ رضِيَ اللهُ عنو، فقلتُ: يَ
رسولَ اللِه، ابنِ بي، قال: أعْطِها شيئا، قلتُ: ما عندي مِن شيءٍ، قال: فأينَ
دِرعكَ اتٟطمِية؟ قلتُ: ىي عِندي، قال: فأعْطِها إيََّهُ.الدروع. رواه النسائي
“Ali r.a. berkata: Aku menikahi
Fatimah r.a. maka aku berkata: Ya Rasulullah, nikahkan aku (dengan
Fatimah), Nabi berkata: berilah ia sesuatu (mas kawin), aku berkata : aku tak
punya sesuatu, Nabi berkata: kemana baju besi hutomiyah itu, aku berkata: ada
padaku, Nabi berkata: maka berikan baju besi itu kepadanya. (H.R.Nasa‟i)
Dari dua hadits itu disimpulkan bahwa benarlah bahwa Husain
adalah anak dari Siti Fatimah r.a.
Dalil yang Menyatakan Bahwa Husain Ra. Mempunyai
Anak
Ali Zainal Abidin dan Seterusnya Sampai Kepada
Ali al-Uraidi
Di bawah ini ada suatu
hadits yang terdapat dalam kitab Sunan
atTurmudzi yang dikarang pada abad ke-3 Hijrah:
حَدَّثَ نا نصْرُ
بنُ عَل يٍّ اتْٞهْضَمِ يُّ حَدَّثَ نا عَليُّ
بنُ جَعْفَرِ بنِ
تُ٤َمَّدِ ب نِ عَليٍّ أخْبَ
رني أخِي مُوسَى
بنُ جَعْ فَرِ بنِ تُ٤مَّدٍ عَنْ أبيوِ جَعْفَ رِ بنِ
تُ٤مَّدٍ عَنْ أبي وِ تُ٤مَّدِ بنِ
عَلِ يٍّ عَنْ أبيوِ عَليِّ
بنِ اتْٟسَتُِْ عَنْ أبي
وِ عَ نْ جَدِّهِ عَل يِّ
ب نِ أ بي طالبٍ أ نَّ رسُو لَ ا لَّلَِّ صَ لى الَّلَُّ عَليْوِ وَسَلمَ أخَ ذَ بيَدِ
حَسَنٍ وحُسَتٍُْ
فَ قَا لَ مَنْ
أحَبتٍِ وَأحَ بَّ ىَذَي نِ
وَأبَاهُما وَأمَّهُمَا كَانَ مَعي في دَرجَ تِي يَ وْمَ القِيامَةِ قالَ أبو
عِيسَى ىَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
غَريبٌ لَا ن
عْرفوُ مِنْ حَدِيثِ جَعْفَرِ
بنِ تُ٤مَّ دٍ إلَّا
مِ نْ ىَذَا الوجْوِ
“(Imam Turmudzi berkata: ) telah mengajarkan hadist kepada kami Nashor
bin Ali al-Jahdlami, telah mengajarkan hadits kepada kami Ali (al-Uraidi) bin
Ja‟far (al-Shadiq) bin Muhammad al-Baqir bin Ali (Zaenal Abdidin), telah
mengkhabarkan kepadaku saudara laki-laki ku Musa (alKadzim) bin Ja‟far
(al-Shadiq) bin Muhammad (al-Baqir), dari ayahnya yaitu jafar bin Muhammad,
dari ayahnya yaitu Muhammad bin Ali, dari ayahnya yaitu Ali bin Husain, dari
ayahnya (Husain) dari kakeknya yaitu Ali bin Abi Talib, bahwa Rasulullah s.a.w.
memegang tangan Hasan dan Husain lalu berkata: siapa yang mencintaiku dan
mencintai dua orang ini dan ayah-ibunya maka ia akan bersamaku dalam
tingkatanku di hari kiamat. Berkata Abu Musa (Imam Turmudzi) hadis ini ghorib
kami tidak mengetahuinya dari hadits Ja‟far bin Muhammad kecuali dari arah
ini.”
Dari satu hadits ini dapat
disimpulkan, bahwa benar Husain mempunyai anak bernama Ali Zainal Abidin, dan
benar bahwa Ali Zaenal mempunyai anak bernama Muhammad al-Baqir, dan bahwa
benar Muhammad al-Baqir mempunyai anak bernama Ja‘far alShadiq, dan bahwa benar
Ja‘far al-Shadiq mempunyai anak bernama Ali al-Uraidi.
Dalil Bahwa Ali al-Uraidi (219 H.) Mempunyai Anak
Bernama
Muhammad
al-Naqib (250 H.)
Untuk mencari dalil tentang anak Ali
al-Uraidi kita kesulitan mencarinya dari kitab hadits, maka kita berpindah
kepada kitab nasab. Kitab nasab yang dipakai haruslah kitab nasab primer, yaitu
kitab nasab yang ditulis saat tokoh yang dibahas itu hidup. Jika tidak
ditemukan kitab primer, maka kita menggunakan kitab sekunder (yang ditulis
setelah masa tokoh itu wafat) yang tertua, yang paling dekat masanya dengan
hidupnya tokoh tersebut.
Seperti
disebutkan sebelumnya, Ali al-Uraidi wafat tahun 210 Hijrah pada awal abad
ketiga Hijrah. Apakah ada kitab nasab yang ditulis pada masa itu? Penulis belum
menemukan kitab nasab yang ditulis abad ketiga hijriah, yang penulis temukan kitab
nasab yang ditulis oleh ulama yang hidup pada pertengahan abad keempat hijrah,
yaitu kitab Sirru al-Silsilati
al-Alawiyah, karya Syaikh Abi Nashr Sahal bin Abdullah al-Bukhari (w. 341
H.) : قال( ولد علي بن جعفر-محمدا وحسنا ابتٍ علي بن
جعٜفرٕ عليو( السلام امهما ام ولد واتٛد بن علي بن جعفر من
عربية..ٕٜٙ
“(al-Bukhari berkata): Ali (al-Uraidi) bin Ja‟far (al-Shadiq) mempunyai
anak Muhammad (al-Naqib) bin Ali dan Hasan bin Ali, ibu mereka berdua adalah
ummu walad (budak perempuan yang melahirkan anak dari tuannya), dan (anak Ali
al-Uraidi lagi) Ahmad bin Ali bin ja‟far, dari (ibu) seorang perempuan Arab.”
Al-Bukhari, menyebut anak Ali al-Uraidi
tiga orang: Muhammad (al-Naqib), Hasan dan Ahmad.
Dari keterangan kitab di atas
terkonfirmasi bahwa benar Ali alUraidi mempunyai anak bernama Muhammad
(al-Naqib).
Perhatikan! Walaupun, mulai dari
wafatnya Ali al-Uraidi tahun 210 hijriah sampai ditulisnya nama anaknya yang
bernama Muhammad al-Naqib pada tahun 341 H. , terputus periwayatan selama 131
tahun, namun tidak ditemukan kitab di rentang waktu itu yang menolak keberadaan
Muhammad al-Naqib sebagai putra dari Ali alUraidi. Disinilah berlaku kaidah al-Syuhroh wal-istifadloh bagi Muhammad
al-Naqib di antara rentang waktu itu. Dan biasanya jarak seperti itu masih
sangat lekat seseorang dikenal dengan tiga atau empat generasi ke atas. Dan
nanti akan terbukti bahwa pengarang
269سر سلسلة العلوٌٌة، مكتبة الخٌ درٌة ،99
kitab ini hidup satu masa dengan cucu dan buyut dari Ali
al-Uraidi yang bernama Isa dan Ahmad.
Dalil Bahwa Muhammad al-Naqib (250 H.) Mempunyai
Anak
Bernama
Isa (300 H.)
Dalil yang menyatakan bahwa Muhammad
al-Naqib mempunyai anak Isa terdapat dalam kitab Sirru Silsilati al-Alawiyyah karya Syaikh Abu Nashar al-Bukhari
(341 H).
وولد محمد بن علي بن جعفر عليو السلامٕ عبسى
الارت وجعفرا وعليا واتٟستُ ويحتِ من امهات الاولاد.ٕٚٓ
“Dan
Muhammad (al-Naqib) mempunyai anak:Isa al-Arat, Ja;far, Ali, al-Husain dan
Yahya, dari (para ibu) ummu walad” Dari kitab di atas terkonfirmasi bahwa
Muhammad an-Naqib mempunyai anak bernama Isa.
Dalil bahwa Isa Bin Muhammad (300 H.) Mempunyai
Anak
Bernama
Ahmad (345 H.)
Dalil bahwa Isa mempunyai anak bernama
Ahmad bin Isa terdapat dalam kitab Tahdzibul Ansab karya Syaikh Syaraf
al-Ubaidili
(w. 435 H.)
فالعقب من ولد ابي اتٟستُ عيسى النقيب بن محمد
بن علي العريضي من تٚاعة...)الى ان قال(...واتٛد بن عيسى النقيب بن محمد بن علي
العريضي.ٕٚٔ
“Maka keturunan dari Abil Hasan Isa al-Naqib
bin Muhammad bin Ali al-Uraidi dari banyak orang…(sampai al-Ubaidili
berkata)…dan Ahmad bin Isa al-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi”.
270سر سلسلة العلوٌٌة: 99
273تهذٌب الانساب: 376-376 باقتصار
Dari keterangan kitab di atas maka
terkonfirmasi bahwa Isa mempunyai anak bernama Ahmad.
Dari dalil-dalil di atas disimpulkan,
bahwa nasab Ahmad bin isa sampai kepada Rasulullah Muhammad Saw. terkonfirmasi
secara ilmiyah. Lalu bagaimana kesahihan Ahmad bin isa kepada ―anaknya‖ yang
bernama Ubaidillah yang merupakan ayah dari Alawi bin ubaidillah (datuk para
habaib), apakah betul Ahmad bin Isa mempunyai anak beranama Ubaidillah? Kita
lanjutkan penelitian sebagai berikut:
Dalil
Bahwa Ahmad al-Abah (345 H.) al-Naffat Bin Isa Mempunyai Anak Bernama
Ubaidillah (383 H.)
Kitab Abad Kelima Hijrah
Pertama, Kitab Tahdzibul
Ansab wa Nihayatul Alqab yang dikarang Al-Ubaidili (w. 437) abad 5
ketika menerangkan tentang keturunan Ali al- Uraidi tidak menyebutkan nama
Alawi dan ayahnya, Ubaidillah. Ia hanya menyebutkan satu anak dari Ahmad
al-Abah bin Isa, yaitu Muhammad. Kutipan dari kitab tersebut seperti berikut
ini: واتٛد
بن عيسى النقيب بن محمد بن علي العريضي يلقب النفاط ، من ولده
ابو جعفر )الاعمى( محمد بن علي بن محمد بن أتٛد عمي في
آخر عمره وات٨در الى البصرة واقام بها ومات بها ولو ،اولاد وأخوه باتٞبل لوٕ اولاد. )تهذيب الانساب
ونهاية الالقاب
ص .ٔٚٙ-ٔٚٚ(ٕٕٚ
“Dan Ahmad bin Isa an-Naqib bin Muhammad bin Ali alUraidi diberikan
gelar an-Naffat, sebagian dari keturunannya adalah Abu Ja‟far (al-A‟ma: yang
buta) Muhammad bin Ali bn
Muhammad bin Ahmad, ia
buta di akhir hayatnya, ia pergi ke
272تهذٌب الانساب : 377-377
Basrah menetap dan wafat di sana. Dan ia mempunyai anak. Saudaranya di
al-jabal (gunung) juga mempunyai anak.”
Al-Ubaidili, pengarang kitab
Tahdzibul Ansab ini, hidup satu masa dengan alawi dan satu masa pula dengan
ayahnya yaitu Ubaidillah. Menurut kitab Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar
alAsqolani, Al-Ubaidili wafat pada tahun 436 atau 437 Hijriah, berarti hanya 36
atau 37 tahun setelah wafatnya Alawi pada tahun 400 Hijriah. Ditambah, dalam
kitab tersebut dikatakan umur al-Ubaidil mencapai 100 tahun,273
berarti Al-Ubaidili lahir pada 336/337 Hijriah, dan Ubaidillah yang merupakan
ayah Alawi wafat pada tahun 383, maka ketika ubaidllah ini wafat Al-Ubaidili
sudah berumur 47 tahun, dan ketika wafatnya Alawi, Al-Ubaidli sudah mencapai
umur 60 lebih, tentunya pengetahuan dan kebijaksanaanya sudah mencapai derajat
tsiqoh.
Ditambah disebutkan dalam kitab
yang sama, Al-Ubaidli ini selama hidupnya sering mengunjungi banyak Negara
seperti: Damaskus, Mesir, Tabariyah, Bagdad dan Mousul, seharusnya AlUbaidili,
ketika menerangkan keturunan Ahmad bin Isa ia mencatat nama Alawi sebagai cucu
Ahmad bin Isa dan Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa, tetapi kenyataanya Al-Ubaidili
tidak menyebutkannya, kenapa? Karena memang dua nama ini tidak ditemukan
sebagai anak dan cucu Ahmad bin Isa.
Apalagi, seperti yang disebutkan
Habib Muhammad Dliya Syahab dalam kitabnya al-Imam Ahmad Al-Muhajir, bahwa
Ahmad bin Isa ini adalah seorang Imam,274 tentunya jika seorang
imam, maka akan dikenal khalayak ramai, bukan hanya pribadinya tapi juga
anakanaknya dan cucu-cucunya, tetapi kenyataannya, ulama yang semasa hidup
dengan Alawi, yaitu al-Ubaidili, tidak menyebut Alawi sebagai cucu Ahmad bin
Isa.
272لسان المٌٌزان، المكتبة الشاملة ،6/266
279الامام اخمد المهاجر، محمد ضٌاء شهاب: 97
Kedua, Kitab al-Majdi fi Ansabittholibin
karya Sayyid Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umari an-Nassabah ) (w. 490),
ketika menerangkan tentang keturunan Isa bin Muhammad an-Naqib ia menyebutkan
bahwa keturunan dari Ahmad al-Abah bin Isa ada di Bagdad yaitu dari al-Hasan
Abu Muhammad ad-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad
bin Isa. Sama seperti al-Ubaidili, al-Umari hanya menyebutkan satu anak saja
dari Ahmad al-Abah. Kutipan lengkapnya seperti di bawah ini:
وأتٛد ابو القاسم الابح ات١عروف بالنفاط لانو
كان يتجر النفط لو بقية ببغداد من اتٟسن ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيتو
مات بأخره ببغداد بن محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى بن محمد بن العريضي.ٕٚ٘
“Dan
Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan “alNaffat” karena ia berdagang
minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari
al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya wafat
diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin
Ali bin Muhammad bin
Ahmad bin Isa bin Muhammad (an-
Naqib) bin (Ali) al-Uraidi.”
Dari kitab al-Majdi karya al-Umri tersebut, disimpulkan bahwa salah seorang
anak dari Ahmad bin Isa bernama Muhammad, yang demikian itu sesuai dengan kitab
Tahdzibul Ansab karya al-Ubaidili.
Perbedaan dari keduanya adalah, al-Umari menerangkan tentang keturunan Ahmad
bin Isa yang bernama Muhammad bin Ali di Basrah, sedangkan al-Ubaidili
menerangkan tentang anak dari Muhammad bin Ali yaitu al-hasan yang sudah pindah
ke Bagdad[5]
Kedua kitab abad lima ini sepakat bahwa
Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Muhammad.
227
Ketiga, Kitab Muntaqilatut
Tholibiyah karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thobatoba (w. 400
an), yaitu sebuah kitab yang menerangkan tentang daerah-daerah lokasi
perpindahan para keturunan Abi Tholib menyebutkan, bahwa keturunan Abi Tholib
yang ada di Roy adalah Muhammad bin Ahmad an-Naffat. Seperti diketahui bahwa
keturunan Nabi juga sekaligus adalah keturunan Ali bin Abi Talib. Kutipan kitab
Muntaqilatut Tholibiyah tersebut
sebagai berikut: بالري( محمد بن اتٛد النفاط ابن عيٕسى بن محمد
الاكبر ابن علي( العريضي عقبو محمد وعلي واتٟستُ.ٕٚٙ
“Di Kota Roy, (ada
keturunan Abu Tholib bernama)
Muhammad bin Ahmad an-Naffat bin Isa bin Muhammad alAkbar bin Ali
al-Uraidi. Keturunannya (Muhammad bin
Ahmad) ada tiga: Muhammad, Ali dan
Husain.”
Dari kutipan itu Ahmad bin Isa
disebutkan mempunyai anak bernama Muhammad, sama seperti kitab Tahdzibul Ansab dan kitab al-Majdi.
Abad kelima, konsisten berdasarkan tiga
kitab di atas bahwa tidak ada anak Ahmad bin Isa bernama Ubaidillah, dan tidak
ada cucu Ahmad bin Isa bernama Alawi padahal penulisnya semasa dengan
Ubaidillah dan Alawi. Lalu siapa Alawi bin Ubaidillah ini yang nanti
keturunannya mengaku cucu Nabi Muhammad s.a.w.?
Sebelum itu mari kita lihat terlebih
dahulu kitab yang lain, mungkin ada nama ubaidillah disebut anak Ahmad bin Isa.
Kitab
Abad Keenam Hijrah
Kitab as-Syajarah al-Mubarokah karya Imam Al-Fakhrurazi (w. 606 H)
menyatakan bahwa Ahmad bin Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Kutipan
dari kitab itu sebagai berikut:
276منتقلة الطالبٌٌة: الحٌ درٌٌة، ص .360
أما أتٛد الابح فعقبو من ثلاثة بنٚتُٕ: محمد ابو
جعفر بالري، وعلي بالرملة، وحستُ عقبو بنيسابور.
“Adapun Ahmad al-Abh maka anaknya yang berketurunan ada tiga: Muhammad
Abu ja‟far yang berada di kota Roy, Ali yang berada di Ramallah, dan Husain
yang keturunanya ada di Naisaburi.” (Al-Syajarah Al-Mubarokah: 111)
Dari kutipan di atas Imam Al-Fakhrurazi
tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin Isa hanya mempunyai anak tiga yaitu
Muhammad, Ali dan Husain. Ia menyebutkan jumlah anak Ahmad bin Isa dengan
menggunakan jumlah ismiyah yang menunjukan ta‘kid (kuat). Ahmad al-Abh tidak
mempunyai anak bernama Ubaidillah dan tidak mempunyai cucu bernama Alawi. Dari
ketiga anaknya itu, semuanya, menurut Imam al-fakhrurazi, tidak ada yang
tinggal di Yaman. Dari sini kesempatan masuknya nama lain sudah tertutup secara
ilmiyah, kecuali ada kitab semasa atau yang lebih dahulu ditulis yang berbicara
lain.
Imam al-Fakhrurazi, penulis kitab al-Syajarah al-Mubarokah tinggal di Kota
Roy, Iran, di mana di sana banyak keturunan Ahmad
Al-Abh dari jalur Muhammad Abu Ja‘far, tentunya
informasi tentang berapa anak yang dimiliki oleh Ahmad al-Abh ia dapatkan
secara valid dari keturunan Ahmad yang tinggal di Kota Roy.
Sampai pengarang kitab ini wafat
tahun 606 Hijriah, sudah 261 tahun dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin Isa,
tidak ada riwayat, tidak ada kisah, tidak ada kabar bahwa Ahmad bin isa pernah
punya anak yang bernama Ubaidillah dan cucu yang bernama Alawi. Siapa mereka
berdua, yang kemudian diberitakan oleh anak keturunannya sebagai cucu Nabi
Muhammad Saw?
277الشجرة المباركة: 333
Kitab
Abad Ketujuh Hijrah Hijriah
Kitab al-Fakhri fi Ansabitalibin
karya Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain al-Marwazi (w. 614) menyebutkan
yang sama seperti kitab-kitab abad kelima, yaitu hanya menyebutkan satu jalur
keturunan Ahmad bin Isa yaitu dari jalur Muhammad bin Ahmad bin Isa. Adapun
kutipan lengkapnya adalah:
منهم أبو جعفر الاعمى محمد بن علي بن محمد بن
اتٛد الابح لو اولاد بالبصرة واخوه في اتٞبل بقم لو اولادٕٚٛ
“Sebagian dari mereka (keturunan Isa an-Naqib) adalah Abu Ja‟far
(al-a‟ma: yang buta) Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin
Ahmad al-Abah, ia punya anak di Bashrah, dan saudaranya di al jabal di Kota
Qum, ia punya anak.” (Al-Fakhri fi ansaabitholibin, Sayid Azizuddin Abu Tholib
Ismail bin Husain al-Mawarzi, Tahqiq sayid Mahdi ar-
Roja‟I, h. 30)
Sampai abad ketujuh ini tidak ada nama
anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula tidak ada disebutkan Ahmad punya
keturunan di Yaman.
Kitab
Abad Kedelapan Hijriah
Kitab al-Ashili fi Ansabittholibin karya Shofiyuddin Muhammad ibnu
at-Thoqtoqi al-Hasani (w. 709 H) menyebutkan satu sampel jalur keturunan Ahmad
bin Isa yaitu melalui anaknya yang bernama Muhammad bin Isa. Kutipan lengkapnya
seperti berikut ini:
ومن عقب أتٛد بن عيسى النقٜيبٕ اتٟسن بن ابي سهل
أتٛد بن علي بن ابي جعفر محمد بن أتٛدٕٜٚ
278الفخري فً انساب الطالبٌٌن، السٌد عزٌٌز الدٌن ابو
طالب اسماعٌٌل بن حسٌٌن المروزي ،
، ص .20
279الأصٌ لً فً انساب الطالبٌٌن، الطقطقً، تحقٌٌق
السٌٌد مهدي الرجائً، ص .232
“Dan dari keturunan Ahmad bin Isa an-Naqib
adalah al-Hasan bin Abi Sahal Ahmad bin Ali bin Abi Ja‟far Muhammad bin Ahmad.
Kitab al-Tsabat al Mushan karya Ibnul a‘raj
al-Husaini (w.787 H.)واما
اتٛد فأعقب وكان من ولده ابو محمد اتٟسن الدلال ببغداد رآه شيخنا العمري ببغداد
وىو مات بأخ ره ببغداد وىو بن محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى الرومي
وكان لو اولاد منهم ابو القاسم اتٛد الاشج ات١عروف بالنفاط...ٕٛٓ
―Dan adapun Ahmad, maka ia berketurunan dan dari keturunannya adalah Abu
Muhammad al Hasan al-Dallal di Bagdad, guruku al-umari melihatnya di Bagdad,
dan ia meninggal di Bagdad, ia adalah putra Muhammad bin Ali bin Muhammad bin
Ahmad bin Isa al-Rumi, dan ia mempunyai beberapa anak diantaranya Abul Qasim
Ahmad al-Asyaj yang dikenal dengan al-Naffath”
Demikian pula, sampai 442 tahun ini,
sejak kematian Ahmad bin Isa, tidak ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah
dan pula tidak ada disebutkan Ahmad punya keturunan di Yaman.
Muncul nama Abdullah Dalam Kitab Sejarah
Lalu setelah 385 tahun ada nama baru
muncul. Tapi bukan Ubaidillah, ia adalah Abdullah yang disebut sebagai anak
Ahmad bin Isa. Ia disebut bukan dalam kitab nasab, tapi dalam sebuah kitab yang
berbicara tentang sejarah para ulama dan para raja di Yaman. Kitab itu bernama
kitab Al-suluk fi Tabaqot al-Ulama wa al-
muluk karya AlQodli Abu Abdillah Bahauddin Muhammad bin Yusuf bin Ya‘qub
(w. 730/731/732).
280الثبت المصان: 82-89
مِنْ هُم ابو اتْٟسن عَليّ بن تُ٤مَّد ابن أتْٛد
بن حَدِيد بن عَليّ بن تُ٤مَّد بن حَدِيد بن عبد الله بن أتْٛد بن عِيسَى بن
تُ٤مَّد بن عَليّ ابن جَعْفَر الصَّادِق بن تُ٤مَّد الباقر بن عَليّ بن زين
العابدين بن اتْٟسَتُْ بن عَليّ ابن ابي طالب كرم الله وجهو وَيعرف بالشريف ابي
اتْٟدِيد عِنْد أىل اليمن اصلو من حَضرمَوْت من اشراف ىُنالك يعْرفونَ بَال ابي
علوي بيت صَلَاح وَعبادَة على طريق التصوف.ٕٛٔ
“Sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, Ali, bin Muhammad bin Jadid
(Hadid, dua riwayat manuskrip) bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin
Ali bin Ja‟far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abdidin (
seharusnya tidak ada bin, karena Zainal Abdin adalah laqob Ali) bin al-Husain
bin Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abul
Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana
yang dikenal dengan Al Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah
dalam tarikat tasawwuf”.
Jelas sekali nama Abdullah ini
bukan Ubaidillah, karena memiliki keturunan yang berbeda dengan klaim Ba alawi
sekarang. Dalam kitab ini memang muncul pula nama Ba Alawi, namun namanama yang
disebutkan dari keluarga Ba Alawi masa kitab ini sama sekali berbeda dengan
nama-nama yang disebutkan oleh kitab karangan Ba alawi masa kemudian. Dan kitab
ini tidak menyebut sama sekali nama alawi bin Ubaidillah. Ini pencangkokan
pertama nasab Nabi Muhammad Saw. dari jalur Ahmad bin Isa bin Muhammad
an-Naqib, yaitu yang dilakukan oleh keluarga Ba Alawi Banil Jadid. Nama Alawi
dan Ubaidillah masih tidak muncul berbalut kehampaan.
283السلوك، المكتبة الشاملة: 2/326-327
Dalam kitab nasab yang ditulis
awal abad kesembilan, nama Abdullah pun belum ada, ini sangat logis, kitab
nasab yang ditulis oleh ulama nasab tentu tidak mungkin sembarangan memasukan
nama yang tidak jelas dalam rumpun keluarga Nabi Muhammad Saw. yang demikian
itu berbeda dengan kitab sejarah, penulis sejarah meriwayatkan dalam kitabnya
nasab tokoh yang ditulis sesuai pengakuannya. Ia tidak terlalu menuntut
kesahihannya, karena kesahihan nasab itu nanti bisa dikenali dan diuji oleh
bidang yang lebih spesifik yaitu bidang nasab, sejarah hanya menulis sesuai
pengakuan tokoh, karena pengakuan itu bagian dari sejarah pula. Benar atau
tidaknya sangat mudah dibuktikan dalam sanad nasab yang ditulis setiap generasi
dalam kitab-kitab nasab.
Nama Abdullah ini, kemudian yang dijadikan dasar
oleh Ba Alawi untuk menyambungkan nasab mereka kepada Nabi Muhammad Saw. Dan
nanti akan diketahui bahwa Abdullah yang muncul di abad ke 8 ini bukanlah Ubaidillah.
Kitab Abad Kesembilan hijriah
Dalam kitab Umdatuttolib fi Ansabi Ali Abi
Tholib karya Ibnu Inabah (w. 828 H.) disebutkan bahwa di antara
keturunan Muhammad an-Naqib adalahAhmad al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan adDallal
bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa. Kutipan lengkapnya seperti
berikut ini:
ومنهم اتٛد الاتج بن ابي محمد إتٕٟسن الدلال بن
محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى الاكبر.ٕٕٛ
“Sebagian dari keturunan Muhammad an-Naqib adalah Ahmad al-Ataj bin Abi
Muhammad al-Hasan ad-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa
al-Akbar."
Sampai awal abad Sembilan ini tidak
disebutkan nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa. Seperti juga tidak
disebutkan bahwa ada
282عمدة الطالب فً أنساب ال ابً طالب، ابن عنبة، ص .226
anak Ahmad bin Isa yang tinggal di Yaman. Ibnu
Inabah, tampaknya, tidak mempedulikan nama Abdullah yang disebut al-Jundi
sebagai anak Ahmad bin Isa. Kenapa? Hal itu disebabkan, mungkin, karena
keilmuannya dalam hal nasab tidak mentolelir adanya nama yang tibatiba muncul
tanpa karana.
Kemunculan Nama
Abdullah di Akhir Abad 9 H.
Nama Ubaidillah belum muncul di
pertengahan abad Sembilan, tetapi ada nama baru yang disebutkan oleh kitab An-Nafhah
alAnbariyah karya Muhammad Kadzim bin Abil Futuh al-Yamani alMusawi (w.
880) nama itu adalah Abdullah bin Ahmad. Agaknya, kitab An-Nafhah ini menukil dari kitab al-Jundi (w. 730 H.).
Dari situ kita melihat bahwa nama
Abdullah telah menghilang dari radar para penulis nasab selama 543 tahun,
dihitung dari wafatnya Ahmad bin Isa. Dari kitab yang mulai mencatat nama Ahmad
bin Isa yang penulis sebutkan di atas, minimal ada tujuh kitab mulai abad
kelima sampai kesembilan yang tidak menyebutkan nama Abdullah sebagai nama anak
dari Ahmad bin Isa.
Adapun kutipan lengkap dari kita an-Nafhah yang menyebut nama Abdullah
adalah sebagai berikut:
فهاجر الى الرس فأولد عيسى ومن ولد عيسى السيد
اتٛد ات١نتقل الى حضرموت. فمن ولده ىناك السيد ابي اتٞديد بفتح اتٞيم وكسر الدال
ات١هملة وسكون الياء ات١ثناة من تٖت وبعدىا دال القادم الى عدن في ايَم ات١سعود بن
طغتكتُ بفتح الطاء ات١هملة وسكون الغتُ ات١عجمة وفتح التاء ات١ثناة من فوق ونون
بعد الياء ات١ثناة من تٖت والكاف ات١كسورة ابن ايوب بن شاذي بفتح الشتُ وكسر الدال
ات١عجمتتُ سنة احدي عشرة وستمائة فتوحش ات١سعود منو لامرما فقبضو وجهزه الى ارض
ات٢ند ثم رجع الى حضرموت بعد وفاة ات١سعود. فمن ذريتو تٙة بنو ابي علوي وىو ابو علوي
بن ابي اتٞديد بن علي بن محمد بن اتٛد بن جديد بفتح اتٞيم وكسر الدال ات١هملة
وسكون الياء ات١ثناة من تٖت و دال اخرى بعدىا بن عليٖ بٕن محمد بن جديد بن عبد
الله بن اتٛد بن عيسى ات١تقدم الذكر.ٕٖٛ
“Maka Muhammad an-Naqib berhijrah ke Kota Ros, maka ia mempunyai anak
Isa, dan sebagian dari anak Isa adalah Ahmad yang pindah ke Hadramaut. Maka
dari keturunannya di sana adalah Sayid Abul Jadid (dengan fatah jim, kasrah dal
yang tanpa titik, sukun ya yang bertitik dua di bawah, setelahnya hurup dal)
yang datang di Kota Aden di masa pemerintahan alMas‟ud bin Togtokin (dengan
fatah hurup tho yang tanpa titik, sukun ghain yang bertitik satu, fatah ta yang
bertitik dua di atas, nun setelah ya yang bertitik dua di bawah dan kaf yang
dikasrah) bin Ayub bin Syadi (dengan fatah syin, kasrah zdal yang bertitik
keduanya ) tahun 611, maka al-mas‟ud kemudian melakukan tindakan kasar kepada
al-Jadid karena suatu hal, maka ia menangkapnya dan menyiapkan pemindahannya ke
bumi India, kemudian ia kembali ke Hadramaut setelah wafatnya al-Mas‟ud. Maka
dari keturunan al-Jadid ini adalah Bani Abu Alawi, yaitu Abu Alawi bin Abul
Jadid bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid
bin Abdullah bin Ahmad bin Isa yang telah disebutkan sebelumnya."
Dari kutipan di atas, penulis kitab an-Nafhah al-Anbariyah, Syekh Muhammad
Kadzim, ia sendirian tanpa referensi dari kitab nasab yang telah disebutkan:
pertama ia sendirian ia sendirian tentang pindahnya Ahmad ke Hadramaut, tidak
ada ahli nasab dalam kitabnya menyebutkan seperti itu. Kedua, ia sendirian
tentang nama Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa, nampaknya, ia melihat kitab al-Suluk dan mengambil referensi
darinya.
282النفحة العنبرٌة فً انساب خٌٌر البرٌٌة:محمد كاظم،
ص 62
Satu catatan penting, bahwa Banu Abu
Alawi yang disebut oleh Syekh Muhammad Kadzim tersebut bukanlah Ba Alawi para
habib yang menurunkan al-Faqih al-Muqoddam, tetapi Banu Abu Alwi dari keluarga
Jadid, sebagaimana ia tegaskan dengan kalimat: “Maka dari keturunan al-Jadid ini adalah Bani Abu Alawi, yaitu Abu
Alawi bin Abul Jadid bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin
Muhammad bin Jadid
bin Abdullah bin Ahmad bin Isa.” Perhatikan! Banu Abu Alawi adalah Abu
Alawi bin Abul Jadid, generasi ke delapan dari Jadid bin Abdullah.
[1]
Historiografi Etnis Arab di Indonesia, Miftahul Tawbah, Journal
Multicultural of Islamic Education, volume 6, h.
132.]
[2]
.[https://artikel.rumah123.com/inilah-silsilah-habib-rizieq-shihabketurunan-ke-38-nabi-muhammad-124800]
[3] Lihat Fiqhul Islam wa
Adillatuhu, maktabah syamilah, juz 10 hal. 265
[4]
Lihat al-Mughni, juz 5 hal.767, Raudaotuttolibin, juz 12 hal.101
[5] 276المجدي
فً أنساب الطالبٌٌن، العمري، مكتبة آٌٌة الله عظمً المرعشً ،3922 ص

Posting Komentar untuk "BAGIAN KETIGA: TERPUTUSNYA NASAB HABIB KEPADA NABI MUHAMMAD SAW"
Terima kasih kunjungannya, silahkan beri komentar ...