Dakwah Damai di Medsos, Gus Nadir Jadi Percontohan Menag

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim jadi pemateri dalam Kopdar Satrinet Nusantara dengan tema "Menyuarakan Moderasi Beragama Berbasis Media Digital Santri" di Hotal Artotel, Jalan Tamrin, Jakarta Pusat, Jumat (20/09/2019).

Dalam bagian paparannya, Menag mengajak peserta yang berasal dari pegiat media santri supaya membikin konten yang mencerahkan dan tidak mempertentangkan perbedaan. Selaku percontohan, Menag kemudian Menyenggol Rois Syuriah PCI NU Australia Nadirsyah Hosen selaku bagian contoh baik dalam berdakwah di media sosial.

"Misalnya tatkala ada bagian ustadz yang mengharamkan masuk gereja, Gus Nadir tidak menyalahkan, tapi menerangkan bahwa di dalam Islam ada pandangan begini dan begitu," ucap Mentri Lukman Hakim.

Menurut Menag, santri mempunyai pengetahuan lebih daripada yang lain. Santri dituntut untuk memberikan pencerahan bagi publik. Menag pun Memperingatkan untuk puluhan santri yang Adalah admin dan pegiat media sosial itu supaya menahan diri: tidak terjebak saling serang, menyalahkan, atau menebar kebencian.

"Jadi jangan kita terpancing dan menyalahkan, kita tidak mempetentangan tapi menerangkan. Ini yang Penting, publik dicerahkan. Itu yang dituntut dari santri sebab santri punya pengetahuan lebih," jelasnya.

Menag H Lukman Hakim Saifuddin bareng Direktur PD Pontren Ahmad Zayadi dalam Kopdar Santrinet Nusantara di Ballroom Hotel Artotel, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (20/09/2019). Foto: NU Online.

Moderasi Beragama
 
Di awal sesi dialog, Menag mempertegas mengenai hal moderasi dalam agama. Menurut Menag, moderasi agama tidak dalam rangka memoderasi agama sebab ajaran agama telah sempurna. Moderasi agama artinya memoderasi pemahaman orang agama.

"Kita tidak tengah moderasi agama sebab siapa kita? agama, ajarannya telah sempurna. Yang jadi problem ialah cara kita memahami agama itu. Agama itu kan di langit, tatkala yang wajib dimoderasi. Yang Penting dimoderasi dalam agama cara kita yang mengejawantah dalam amaliah sehari-hari," papar Menag.

Menag tidak menampik adanya perbedaan pemahaman dalam agama. Tapi menurut dia, ada perbedaan yang dapat ditolerir dan tidak dapat ditolir. Dalam hal ini, maka setidaknya 3 hal yang wajib jadi pegangan.

Ke-1, nilai kemanusiaan. Menag mengatakan dengan tegas bahwa agama datang untuk kemanusiaan. Dan dari sisi ibadah yang amat pribadi pun, berhenti pada tuhan saja. Menag mengutip ayat mengenai hal shalat untuk melarang perbuatan mungkar.

"Maka yang keterlaluan, yang tidak pada kemanusiaan, maka ini telah termasuk ekstrim," terang Menag.

Ke-2, kesepatan bareng. Menurut Menag, tiap-tiap ummat begama wajib ikut kesepatakan. Kesepakataan jadi hal niscaya dan tidak dapat diganggu gugat sebab manusia hidup bersosial. Dalam hubungan keindonesiaan, kesepatakan tersebur berdasar Pancasila.

"Maka, jika ada pahan kegamaan yang merusak kesepatan ini telah keterlaluan dan ekstrim. Jikalau kita tidak setuju dengan kesepatan, mari kita perbaiki sesuai mikaniame yang ada," imbuhnya.

Ketiga, ketertiban umum. Menurut  Menag, kalau di masarakat yang tidak memperhatikan ketertiban umum telah dapat disebut keterlaluan atau ekstrim.

"Jadi maqasid as-syariah, selain yang disebutkan di atas, ialah untuk menciptakan ketertiban umum. Lag-lagi ini untuk memuliakan manusia," kata Menag. [Warta Sunda/pin]

Posting Komentar untuk "Dakwah Damai di Medsos, Gus Nadir Jadi Percontohan Menag"