![]() |
Larangan bercadar di bermacam negara. (Foto: AFP/Mohammed Huwais) |
Oleh Sumanto Al Qurtuby
Warta Sunda - Ada cukup banyak negara yang secara legal maupun setengah legal atau tengah mempersiapkan aturan mencegah pemakaian cadar (kain penutup muka apapun namanya: niqab, burqa, boushiya, paranja, chadaree, frumka, dlsb) di ruang publik sebab bermacam argumentasi dan faktor. Faktor yang mendasar ialah sebab ada sejumlah Perkara terorisme dan radikalisme yang ditunaikan oleh orang-orang bercadar.
“Orang-orang bercadar” pelaku terorisme ini bukan cuma wanita tetapi juga pria seperti Perkara pemboman sebuah masjid di Arab Saudi yang ternyata ditunaikan oleh seorang pria yang menyamar jadi wanita dengan menutup mukanya dengan cadar supaya tidak mencurigakan.
Jadi bagian argumentasi mendasar pelarangan pemakaian cadar ialah sebab problem keamanan, selain problem interaksi sosial, identifikasi diri, dlsb.
Negara-negara di Eropa yang cukup banyak mencegah, di antaranya Belanda, Denmark, Perancis, Austria, Belgia, Bulgaria, atau Latvia. Menariknya, negara-negara Barat yang sering dituduh oleh barisan jemaah penganut aliran “Monasisme” selaku “gembong” negara kapir-liberal-sekuler seperti Amerika Serikat (juga Australia dan Inggris) tidak (atau mungkin belum) melaksanakan pelarangan cadar.
Sri Lanka belakangan juga legal mencegah pemakaian cadar sesudah terjadi serangkaian bom Kendat di sejumlah gereja dan hotel pada April 2019. PRC juga mencegah penggunakaan cadar, khususnya di wilayah Xinjiang. Di Afrika ada Gabon, Congo, dan Kamerun yang mencegah cadar, sesudah terjadi serangkaian aksi terorisme.
Menariknya, bukan cuma negara-negara yang kebanyakan berpenduduk non-Muslim saja yang mencegah pemakaian cadar, di sejumlah negara kebanyakan berpenduduk Muslim juga ada yang mencegah. Misalnya Chad. Negara yang bahasa resminya mempergunakan Arab dan Perancis ini secara legal mencegah cadar semenjak kejadian terorisme pada tahun 2015. Semenjak 2010, Suriah juga mencegah pemanfaatan cadar di kampus-kampus sebab dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip sekuler-akademik yang berlaku di negara tersebut.
Di Kerajaan Maroko atau “Maghrib” menurut orang Arab, semenjak 2017, pemerintah legal mencegah memproduksi, menjual, dan menjual cadar. Pula, walaupun tidak ada larangan pemakaian hijab, institusi-institusi pemerintah tidak menganjurkan pemakaian hijab. Tetapi di institusi kemiliteran dan kepolisian, negara yang kebanyakan berpenduduk Muslim-Sunni-Berber-Arab ini secara legal mencegah menggunakan hijab apalagi cadar.
Di Tunisia, semenjak 1981 pemerintah mencegah pemakaian hijab sambil menganjurkan wanita untuk menggunakan pakaian tradisional mereka (tanpa hijab), dan semenjak Juli 2019, pemerintah legal mencegah pemakaian cadar di institusi-institusi pemerintah, sekolah-sekolah, dan ruang publik lain. Kira-kira sama dengan Tunisia, Tajikistan dan negara-negara kebanyakan berpenduduk Muslim lain di Asia Tengah juga secara legal mewajibkan wanita menggunakan pakaian tradisional mereka (artinya tanpa hijab ketat apalagi cadar).
Mesir juga Saat ini tengah menyusun undang-undang untuk mencegah pemakaian cadar di tempat-tempat umum dengan argumentasi cadar bukan bagian dari Syariat Islam. Tahun 2015, Universitas Kairo mencegah para guru besar dan peneliti menggunakan cadar di dalam kelas / kampus. Pada 2016, universitas ini juga mencegah pemakaian cadar untuk para dokter dan bidan yang bekerja di RS maupun di kampus.
Bagaimana dengan Indonesia? [Warta Sunda/gg]
Jabal Dhahran, Jazirah Arabia.
Source: FB Sumanto Al Qurtuby
Source link
This post have 0 komentar
Terima kasih kunjungannya, silahkan berkomentar...
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100